Laman

c

Jumat, 09 Januari 2009

Sebuah Dunia untuk Nathan

oleh RIA JUMRIATI www.riajumriati.multiply.com

Tak terlukiskan kebahagiaan Mazaya saat pertama kali ia tahu ada
kehidupan di dalam rahimnya. Nathan, hadir menebar benih kebahagiaan
dikehidupan Mazaya dan Haykel yang sempat senyap selama empat tahun
lamanya. Proses melahirkan yang harus melalui prosedur vacuum dan rasa
sakit tak terperihkan terbayar sudah saat tangis kecilnya memecah
keheningan malam.

Nathan adalah bayi yang sangat menyenangkan. Tidak pernah rewel bahkan
ia seolah mengerti kelelahan Mazaya dalam mengasuhnya sehingga
tangisnya hampir tak pernah terdengar dimalam hari. Namun ketika bulan merambat hingga menjelang satu tahun usianya. Mazaya baru merasakan ada hal yang tak normal pada diri Nathan. Ia tak bisa focus dan hampir tak ada kontak mata, tak bisa tersenyum bahkan untuk permainan simple seperti "cilukba", tak ada ekspresi hidup diwajah mungilnya. Dan yang membuat hati ibu muda itu bagai direngut dari tempatnya adalah ketika pada suatu hari Nathan membentur-benturkan kepalanya ke dinding hingga memar-memar dibagian keningnya.

Apa yang terlintas dibenak Mazaya saat itu adalah sebuah kengerian dan
ketidak yakinan pada sebuah kata "Autisme". Tanpa berpikir panjang ia
langsung menghubungi Linda sahabatnya yang kebetulan juga memiliki
anak dengan "berkah" Autisme, untuk mencari referensi mengenai dokter
terbaik yang dapat memberikan pertolongan bagi Nathan kecilnya.

"Dari pemeriksaan yang saya lakukan, memang terdapat gejala Autisme
Infantil pada Nathan" Ujar dokter Farras yang membuat Mazaya seolah
disengat listrik ribuan kilowatt.
"Sejak lahir ia baik-baik saja Dok, memang sering diare dan agak
lambat berbicara tapi kenapa tiba-tiba harus terkena Autis ? Bisakah
disembuhkan ?" Tanyanya cemas dengan air mata bersimbah jatuh.

"Tenang Bu" Ujar Dokter Farras menenangkan "Sekarang ini telah banyak
penderita Autis yang bisa disembuhkan dan dapat tumbuh layaknya anak
yang terlahir normal. Tapi tentunya dengan perawatan medis serta
nonmedis yang menyeluruh" Ujarnya

"Lalu apa yang harus saya lakukan sekarang Dok" Tanya Mazaya sambil
mendekap tubuh Nathan.

"Hal pertama adalah lakukan diet GFCF."
"Diet GFCF ? Jenis-jenis makanan apa saja Dok ?" "Maksudnya adalah
Gluten Free and Casein Free. Nathan sama sekali dilarang menyantap
makanan yang mengandung terigu, gandum dan susu sapi. Mulai sekarang
gantilah menu hariannya dan konsumsi susu yang tidak mengandung jenis
makanan itu. Nanti akan saya berikan resep sederhana untuk panduan Ibu
dalam memberi makanan pada Nathan. Tapi di pasaran juga sudah banyak
diterbitkan buku-buku masakan untuk anak Autis, cobalah cari
ditoko-toko buku. Tidak usah cemas Bu. Usia Nathan masih terbilang
muda saat terdeteksi. Ada pasien saya yang sudah berusia empat tahun
ketika orang tuanya sadar anaknya menderita Autis dan bisa disembuhkan
meskipun masih terus menjalani terapi lanjutan sampai saat ini. Yang
terpenting dalam hal ini adalah dukungan, kasih sayang serta perhatian
tulus dari Ibu selaku orang tua Nathan".

Dokter Farras menepuk-nepuk bahu Mazaya seolah hendak memberi kekuatan
pada Ibu muda itu. Tak ada satu orang tuapun yang menghendaki anaknya
terlahir dengan kondisi tersebut. Tapi apapun kenyataannya, mata batin
Mazaya sudah bisa melihat gambaran kehidupan seperti apa yang akan
dilaluinya bersama Nathan.

Haykel termenung sedih mendengar penuturan Mazaya. Ia tak habis pikir
bagaimana bisa penyakit menakutkan itu menghinggapi buah hatinya.

Padahal ia sendiri terlahir dari keturunan yang kesemuanya sehat dan
tidak ada yang beriwayat hiperaktip apalagi Autis.

"Mungkin diagnosa Dokter Farras salah, coba bawa Nathan ke dokter anak
yang lain" ujarnya tak yakin.
"Dokter Farras menggunakan DSM-IV atau ICD-10 saat menarik kesimpulan
mengenai penyakit itu, menurutnya itu adalah standar internasional
untuk mendeteksi Autisme. Setelah diwawancara, Ia juga menyuruhku
mengisi form kuesioner berkenaan dengan kondisi Nathan. Dan tiga hari
lagi Nathan diminta untuk melakukan pemeriksaan fisik seperti darah,
urine dan lainnya. Boleh juga sich, minta pendapat dokter lain tapi
bukannya itu malah buang waktu. Lebih baik kita ikuti saja saran
Dokter Farras untuk menjalani terapi dan pengobatan medis buat Nathan"

Ujarnya serius seraya menyelimuti tubuh Nathan "Kebetulan Dokter
Farras itu juga yang menangani anaknya Linda, jadi pengalamannya untuk
pasien Autis sudah tidak diragukan lagi."
Haykel menghela nafas dalam Jadi kamu terima saja anak kita di vonis
Autis ?" ujarnya meninggi. "Lalu mau bagaimana lagi ? Hal terbaik yang
bisa kita lakukan adalah segera berbuat sesuatu buat Nathan". "Aku
nggak percaya ! Aku ini dari keturunan yang bersih, tidak mungkin
anakku menderita penyakit itu !" sahut Heykal semakin meninggi. Mazaya
mencoba menenangkan rasa frustasi suaminya.

"Autis bukan penyakit keturunan Mas. Menurut Dokter Farras, Autis bisa
disembuhkan walau memakan waktu lama dan sangat membutuhkan kesabaran
serta kasih sayang kita selaku orang tuanya." Ujar Mazaya sambil
menggenggam jemari suaminya yang dingin.
"Mas, Nathan adalah anak kita. Terimalah kehadirannya sebagaimana dia
adanya. Nathan apalagi kita memang tak menghendaki takdir ini. Tapi
kita lah yang ditunjuk Tuhan untuk memberikan masa depan terbaik buatnya."

Heykal hanya terdiam kaku. Entah hormon apa yang tengah bekerja
ditubuhnya saat ini. Yang jelas ia seolah ingin lari dari kenyataan
yang ada. Ingin mengingkari nasib yang kini menjadi bagian dari
hidupnya. Malah dihatinya terbit kebencian tak beralasan pada Mazaya.
Waktupun berlalu. Kini seluruh hidup Mazaya hanya tertumpah untuk
Nathan. Karirnya sebagai Account Executive di sebuah perusahaan
asing, ditinggalkannya. Kegiatan Mazaya hanya berkutat pada pengobatan
dan terapi buat Nathan. Walaupun perkembangan berarti belum juga
ditemuinya.

Kini Nathan sudah berusia 2 tahun. Tapi ia belum lagi bisa berucap
kata-kata dengan artikulasi yang jelas dan bermakna. Kalau anak normal
sudah bisa berlari. Nathan baru bisa berjalan dengan merambat ke
dinding. Namun Mazaya adalah Ibu yang kuat dan tabah. Ia tetap
tersenyum saat kontak mata dengan buah hatinya begitu sulit didapat.
Bahkan kelelahan mengurus Nathan dipagi hari tak dirasakannya saat
Nathan mengalami insomnia dimalam harinya. Ia tetap menemani Nathan
sambil berusaha melakukan interaksi dengan berbagai permainan yang
dapat menarik perhatian agar Nathan tidak terus terjerat dalam dunia
autisnya.

Sementara Mazaya tenggelam dalam kesibukannya merajut dunia yang
seharusnya untuk Nathan. Lain halnya dengan Haykel. Ia sama sekali tak
peduli dengan keadaan anaknya. Dulu ia tak pernah pulang lewat jam
tujuh malam tapi sekarang, Haykel lebih sering menghabiskan waktunya
diluar bersama teman-temannya. Ia memang tidak setegar Mazaya.
Terlahir ditengah keluarga bangsawan yang serba berkecukupan
membuatnya begitu rapuh dan malu menerima kenyataan yang ada pada
Nathan. Tapi Tuhan akan selalu mengirimkan Ibu terbaik pilihanNya pada
setiap anak dengan takdir seperti Nathan dan ia akan senantiasa
memiliki semangat dan energi berlebih untuk membawanya keluar dari
dunia yang melingkupinya saat ini. Dunia dimana hanya ada satu warna,
satu bentuk, satu arti dan sulit dimengerti. Dan Mazaya tanpa lelah
melobby Tuhan lewat usaha serta doanya dalam menarik buah hatinya dari dunia muram itu.

Mazaya terbelakak tak percaya melihat resep suplemen dan vitamin yang diberikan Dokter Farras. "Sebanyak ini Dok ? Apa bisa Nathan menelan kapsul sebanyak ini dalam sehari ?" "Harus. Kapsul-kapsul itu adalah
suplemen dan vitamin untuk membantu tumbuh kembangnya yang lambat".
Mazaya menghela nafas berat. Balita sekecil itu sudah diharus kan
akrab dengan segala macam bentuk penyembuhan yang terkadang membuatnya tak nyaman. Terapi dan pengobatan yang dijalani Nathan saat ini sudah merupakan siksaan batin tersendiri buat Mazaya. Kini, ia diharuskan
tega untuk memberi kapsul-kapsul suplemen dan vitamin ke mulut
kecilnya setiap hari !. Mazaya menghampiri Haykel yang tengah asyik
menonton TV. "Mas, tadi Dokter Farras meresepkan suplemen-suplemen ini
untuk Nathan. Ada 25 kapsul yang harus ditelannya setiap hari." Suara
Mazaya merendah demi melihat air muka suaminya yang dingin tanpa
reaksi, sementara tatapannya sama sekali tak beranjak dari acara
"Candid Camera".

"Mas, bantu aku yah... Nathan pasti mengamuk kalau dia tahu harus
menelan kapsul sebanyak ini". "Ah ! minta tolong suster dan Mbok Ipah
saja. Masa tiga orang tidak cukup. Memangnya dia Hulk" Sahutnya kasar
seraya membanting remote control digenggamannya. Mendengar itu amarah
Mazaya langsung memuncak. Kesabarannya habis sudah demi melihat
tingkah suaminya yang sudah mati rasa dan tak berhati lagi. Pluk!
Asbak rokok seberat 1 kg pun mendarat di kening Haykel. Haykel berdiri
dengan amarah yang tak kalah dahsyatnya. Diraihnya tubuh ringkih
Mazaya lalu dilemparnya dengan kasar hingga membentur dinding.
"Perempuan kotor ! Itu salahmu dan tanggung jawabmu hingga punya anak
idiot seperti itu !" umpatnya kasar. Mazaya ingin membalas tapi segera
di relai Mbok Ipah.

"Nathan Bu, ingat Nathan" Bujuk wanita tua itu gemetar. "Selama kamu
tak bisa menerima keadaan Nathan, lebih baik tinggalkan saja kami"
Ujar Mazaya seraya berlalu dengan mata sembab. Dan keinginan Mazaya
ternyata ditanggapi sangat serius oleh Haykel. Surat ceraipun tiba
satu bulan setelah kejadian itu. Tak ada pihak yang dapat mendamaikan
mereka lagi. Haykel bagai tengah kerasukan setan dari neraka paling
dasar, sementara Mazaya tak punya ruang lagi di batinnya untuk
kedukaan lain. Nathan, hanya manusia kecil itu yang ada dibenaknya
serta serentetan usaha penyelamatan buatnya. Beruntung keluarga Haykel
masih mau berbelas kasihan pada Mazaya dan Nathan. Biaya hidup dan
pengobatan Nathan sepenuhnya ditanggung oleh Ayah Haykel. Bahkan rumah
yang selama ini mereka tempati dihibahkan untuk Mazaya, hanya mobil
yang biasa dipakai Nathan untuk berobat dan terapi tak ada lagi,
Haykel dengan tega telah menjualnya. Sehingga Mazaya harus berhemat
dengan biaya yang ada, karena taxi adalah pilihan kendaraan paling
nyaman buat Nathan saat ini. Bahkan dengan berat hati ia pun harus mem
PHK Suster Anis karena keterbatasan dana. Kini, hanya sisa Mbok Ipah
dengan segala kekurangannya sebagai pengasuh usia
setengah abad. "Kita adalah orang tua pilihan Tuhan. Karena kita
memiliki nilai lebih di mataNya dibanding orang tua lain pada umumnya.
Sehingga ada Nathan dan Qiandra di kehidupan kita" Ujar Linda saat
Mazaya berkunjung kerumahnya dan berkeluh kesah tentang nasibnya.
"Kamu beruntung Lin. Ayah Qiandra begitu bertanggung jawab dan bisa
menerima keadaan anaknya dengan berbesar hati". "Sudahlah Mazaya,
pasti ada hikmah dibalik semua ini. Toh Nathan juga masih beruntung
memiliki Opa dan Oma yang begitu mengasihinya dari pihakmu dan
Haykel". "Mengapa aku harus menikah dengannya" tangis Mazaya
menyesali. Linda memeluk tubuh karibnya yang terguncang tangis.
"Jangan pernah menyesali yang telah lalu. Ada Nathan dihadapanmu. Pada
suatu saat nanti, dialah yang akan memberi makna paling berarti
dikehidupanmu. Usahamu untuk penyembuhan Nathan melebih apa yang sudah
aku lakukan buat Qiandra. Lihat saja, dia sudah menunjukkan kemajuan
yang berarti khan?" Bujuk Linda lembut. Mazaya mencoba menerima segala
masukan dan nasehat dari orang -orang yang bersimpati padanya. Yah,
memang hanya Nathan satu -satunya sinar hidup yang masih menyala
terang dijiwanya. Mazaya yakin, kelak sinar itu pula yang akan
membawanya keluar dari kegelapan yang melingkupi hidup mereka saat ini.

Lima tahun pun berlalu. Usia Nathan genap enam tahun, secara klinis
kini ia tak lagi menunjukkan ciri-ciri autis, hanya saja cara ia
berkomunikasi masih sering memiringkan kepalanya. Tapi kemajuan pesat
menuju normal telah dimiliki Nathan. Ia kini sudah bisa bersepeda roda
dua. Meniup sendiri balon-balon ulang tahunnya. Padahal saat ia
berusia dua tahun, butuh enam bulan lamanya berlatih, baru mulut
kecil itu bisa melakukan gerakan meniup. Namun apapun perubahan yang
terjadi pada diri Nathan adalah mukjizat terindah yang sangat
disyukuri Ibunya. Kehidupan Mazaya pun merambat naik. Saat Nathan
mulai bisa mandiri. Secara perlahan ia pun kembali memasuki
kehidupannya yang pernah dilepaskan demi membentuk masa depan bagi buah hatinya. Mazaya kembali bekerja meskipun harus merambah dari dasar. Hingga akhirnya tak ada ketergantungan materi dengan siapapun. Kini ia telah mampu
bernafas lega setelah selama lima tahun seolah bernafas dalam lumpur.
Mazaya menggenggam erat jemari Nathan. Wajah mungil yang mewarisi
ketampanan Heykal dan garis-garis ketegaran wajah Ibunya itu terlihat
tegang. Hari ini adalah final "Lomba Baca Puisi Tingkat Nasional" yang
diikutinya. "Mama, aku takut kalah" ujarnya ragu. Mazaya tersenyum
lembut seraya membelai rambut putranya. "Nathan khan tadi sudah berdoa
dan minta sama Tuhan untuk dikasih kemenangan. Jadi, harus yakin bisa
menang. Yang penting bacanya nanti yang bagus ya sayang" Sahutnya
memberi semangat. Namun tak urung dada Ibu muda itu terasa sesak, ia
takut Nathan kalah dan kecewa karena ia bertanding dengan 7 anak normal lainnya yang terseleksi masuk babak final hari ini. Tapi dari kesemua peserta, hanya Nathan lah yang beriwayat autis.

**Mama,***
**Aku memang terlahir beda***
**Kataku sulit dicerna**
**Wajahku tak bersinar ceria**
**Aku hidup didunia tanpa warna..**
**Mama,***
**Ada jemarimu menyaput warna diduniaku***
**Ada senyummu memberi bentuk di abstraknya hidupku**
**Ada senandungmu di senyapnya malamku.**
**Mama,***
**Kini duniaku tak lagi gulita***
**Doa mu melebihi mukjizat yang pernah ada**
**Kini aku hidup seperti mereka, dapat tertawa, bercanda dan berkarya**
**Terima kasih Mama,**
**Telah merajut rapi benang-benang masa depanku**
**Walau kutahu betapa banyak duka, derita dan air mata telah tertumpah**
**Peluk, cium serta sujudku, hanya untukmu yang selalu tercinta.... **

Air mata Mazaya menetes deras, ada letupan-letupan bahagia yang
begitu dahysat didadanya. Tepuk tangan riuh terdengar dari seluruh
penjuru gedung. Semua juri berdiri memberi penghargaan, mungkin karena
mereka tahu Nathan adalah penyandang autis yang berhasil menyamai
kepintaran anak normal. Bahkan Mazaya hampir tak percaya pada
kalimat-kalimat puisi yang begitu jelas diucapkannya. Secara subyektif, Mazaya yakin anaknya lah yang paling bagus dalam hal penampilan dan pembacaan
puisi. Ternyata apa yang diduga Mazaya benar. Pengumuman pemenangpun
dibacakan dan... Juara pertama diraih oleh Muhammad Nathan Ibrahim.
Ibu muda itu serta merta memeluk tubuh Nathan yang tiba-tiba terasa
dingin. Senyum ceria terpencar diwajah mungilnya. Senyum yang begitu
lama diperjuangkan olehnya. "Mama, itu kan namaku" ujarnya lugu "Ia
Nak, kamu pemenangnya !

Dengan langkah mantap. Nathan pun melangkah menuju panggung
penghargaan. Sama sekali tak terlihat ciri-ciri autis pada dirinya.
Mazaya memang telah berhasil membawa buah hatinya keluar dari dunia
yang tak pernah di harapkan oleh Ibu manapun di jagat ini. Selama lima
tahun berjuang, akhirnya Mazaya berhasil mempersembahkan sebuah dunia
bagi Nathan. Dunia yang sebenarnya, dimana ia akan mendapatkan banyak
pilihan dalam bercita-cita.

Berita kemenangan Nathan yang diliput beberapa media massa, akhirnya sampai juga pada Haykel. Ada yang tercabik-cabik dihatinya. Haru, sesal dan berjuta perasaan berkecamuk dibatinnya. Nathan terlihat begitu gagah dengan piala ditangannya. Senyumnya mengembang ceria meliputi kesempurnaan wajah tampannya. Ingin rasanya ia berlari memeluk pria kecilnya yang pernah dicampakkan dan dianggap tak berguna. Sayangnya Haykel tak pernah mengetahui kekuatan yang dimiliki Mazaya. Ia tak pernah menyadari, begitu banyak mukjizat terlimpah dan tercipta untuk seorang Ibu seperti Mazaya. Ada
keinginan dihatinya untuk kembali memasuki kehidupannya yang dulu.
Tapi lima tahun bukanlah waktu yang singkat untuk suatu perubahan.
Hidup Haykel kini telah diramaikan oleh Natasha dan Mandira - bayi
perempuan mungil berusia satu tahun yang terdiagnosa tuna rungu sejak
lahir. Karma Tuhan memang selalu nyata. Dulu Haykel pernah menolak
kehadiran Nathan, tapi kemudian takdir kembali mempertemukannya dengan
Mandira yang menuntut tanggung jawab dan perhatiannya sebagai orang tua.

Ia pun akhirnya tersadar "setiap anak adalah kado terindah dari
Tuhan", hanya terkadang mereka datang dengan sampul yang berbeda.
Adakalanya hadir dengan motif indah menawan Namun tak jarang
terbungkus dalam sampul buram tanpa warna. Tapi apapun bentuknya
mereka idak hadir begitu saja apalagi diluar rencana atau ketidak
sengajaan. Keberadaannya, selalu membawa pesan atau pembelajaran
tersendiri bagi orang dewasa.

Alangkah bahagianya jika seorang anak diberitahu bahwa alasan mereka
dilahirkan adalah karena ada rencana besar Tuhan dan kedua orang tua
mereka yang selalu mempersiapkan sebentuk masa depan indah dan kasih
sayang berlimpah.

3 komentar:

  1. posting yg bagus sekali. sangat bermanfaat bagi pembaca.

    BalasHapus
  2. Saya melihat Cerpen saya SEBUAH DUNIA UNTUK NATHAN diposting oleh anda di blog ini namun tanpa nama saya RIA JUMRIATI sebagai penulis asli dari cerpen tersebut. Mohon kepada anda untuk SEGERA melakukan revisi dengan mencantumkan nama penulis aslinya, darimanapun anda mendapatkan cerpen ini.

    Cerpen SEBUAH DUNIA UNTUK NATHAN ini, pertama kali saya publish di majalah Goodhouse Keeping Edisi Sept 2004, pernah pula saya posting di situs penulis lepas Nov 2004, ada di blog saya www.riajumriati.multiply.com dan yang terakhir telah diterbitkan bersama 13 cerpen terbaik saya oleh PT. CITRA ADITYA BAKTI dalam sebuah kumcer berjudul SPERMA BUAT RATRI, pada Januari 2007 lalu. dan dari semua sumber itu saya selalu mencantumkan nama saya RIA JUMRIATI sebagai penulisnya.

    Saya tunggu koreksi anda segera.
    Terima kasih.

    Salam penulis SEBUAH DUNIA UNTUK NATHAN - RIA JUMRIATI

    BalasHapus
  3. slm knl snang bs di sapa penulis langsung, karena ak hanya pemulung, mk nm ibu RIA JUMRIATI sebagai penulis sdh ak cantumkn d awal tulisan, maturnuwun

    BalasHapus

c