Laman

c

Rabu, 07 Oktober 2015

Surat Al Ikhlas

Di dalam Al-Qur`an, ada satu surah bernama surah “Al-Ikhlas”. Bunyi lengkap surah tersebut adalah sebagai berikut. 

“Katakanlah, ‘Dialah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah tempat bergantung. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Serta tiada seorang pun yang setara dengan-Nya.” (QS Al- Ikhlas [112]: 1-4)

Surat pendek yang jatuh pada urutan ke-112 dari urutan surat-surat dalam Al-Qur`an ini sangat populer di semua usia, termasuk anak-anak. Salah satu poin yang menarik dari surat yang hanya berjumlah empat ayat ini adalah karena meskipun namanya surat Al-Ikhlas, namun tak satu kata ”ikhlas” pun yang kita temukan di dalamnya.

Ini mengindikasikan bahwa ikhlas itu memang sangat abstrak, bahkan tidak bisa dideteksi oleh alat detektor mana pun, termasuk oleh setan dan iblis. Hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui perihal keikhlasan hati seseorang. Siapa saja bisa mengatakan, ”Saya melakukannya dengan penuh ketulusan.” Tidak pernah ada larangan untuk mengatakan dan mengungkapkan kata-kata seperti itu. Namun, siapa yang akan mampu mendeteksi kebenaran dari kata-kata tersebut, bila—misalnya—antara kata dan perbuatannya berbeda.

Ketika azan berkumandang, pertanda waktu shalat telah tiba, orang-orang berdatangan menuju masjid. Namun, siapakah yang menjamin bahwa setiap yang datang melangkah ke masjid berniat semata-mata karena Allah? Bisa jadi ada yang datang karena seusai shalat mau berjualan pada jamaah yang shalat di masjid tersebut. Mungkin pula ada yang mau datang ke masjid karena terikat janji pertemuan dengan temannya. Ada pula yang mau datang karena seusai shalat ada pengajian, apalagi seusai pengajian disiapkan santapan berupa kue-kue atau makanan lainnya yang tentu dibagikan secara Cuma-cuma. Astaghfirullah, semoga kita tidak termasuk yang demikian itu.

Idealnya, setiap gerakan dan perbuatan yang kita lakukan, hendaknya dilakukan dengan niat yang penuh semata-mata karena Allah SWT. Mungkin amat sulit dilakukan, terutama di zaman seperti saat ini, zaman ketika pengaruh materialisme amat mengkristal. Namun, sesulit apa pun, tidak berarti tidak bisa dilakukan. Memang perlu latihan yang kontinu, kesabaran yang tak bertepi, ketekunan yang luar biasa dan tentu saja ”perjuangan”.  Allah SWT berfirman,

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya mengabdi kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS Al-Bayyinah [98]: 5)

Kita kembali pada surat Al-Ikhlash. Pada surat tersebut, terdapat teks, “Allah tempat bergantung.” Ya, memang hanya Dia-lah Zat yang pantas dan Mahamampu untuk menjadi tempat bergantung semua yang kita perlukan. Kalau kita menggantungkan harapan kepada orang lain, baik itu orangtua, pasangan hidup, kekasih, dokter, sopir, teman, sahabat, guru, kiai, ajengan, atau apa dan siapa saja, sungguh sebaiknya kita bersiap-siap untuk kecewa, karena orang, barang, atau bahkan institusi itu bukan tempat yang pantas untuk menjadi tempat bergantung sehingga amat sangat berpotensi untuk kecewa dan mengecewakan.

Oleh karena itu, inilah saatnya untuk berlatih secara pelan-pelan tapi pasti........


Selengkapnya: http://qultummedia.com/Artikel/ibadah/rahasia-surah-al-ikhlash.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

c